Batubara adalah salah satu energi alternatif yang penting dan dibutuhkan sebagai penopang energi selain minyak bumi yang mulai habis saat ini,dan Indonesia merupakan salah satu negara yag berada diposisi kelima sebagai negara pengekspor terbesar didunia.
Batubara bukan hanya sebagai pembangkit energi listrik akan tetapi juga sebagai bahan pokok yang harus ada pada produksi baja dan semen, hal ini lah yang mengakibatkan ekploitasi besar akan terus dilakukan oleh para penambang di negara ini karena besarnya kebutuhan akan energi thermal ini.
Penambangan batubara dan bahan tambang lainnya tentunya akan sangat berdampak besar terhadap devisa negara, dilansir dari data dari Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, produksi batu bara pada 2018 mencapai 548,58 juta ton, lebih tinggi 20 juta ton dari catatan awal Januari 2019 sebanyak 528 juta ton.
Dan jika ditambah oleh kebutuhan Domestik akan energi Thermal ini sekitar 115 juta ton untuk diawak tahun 2019 saja maka sudah dapat dipastikan bahwa penambangan batubara ini mempunyai dampak devisa yang sangat besar bagi negara ini.
Namun hal tersebut tentunya harus dibayar cukup mahal oleh lingkungan hidup karena batubara mempunyai karakter Negativ yaitu sebagai penyumbang emisi karbon terbesar terhadap lingkungan yang akan banyak mematikan ekosistem disekitar area tambang.
Pengawasan terhadap kegiatan ekploitasi penambangan ini tentu haruslah diperhatikan betul oleh pemerintah pusat dan daerah,pelaku bisnis tambang dan pemerintah tentu harus menganggarkan dana terhadap perbaikan lingkungan yang sudah terekploitasi akibat penabangan secara serius.
Peranan pemerintah dalam pengatur regulasi terhadap kegiatan penambangan batubara ini haruslah ketat, pemerintah daerah sebagai pengawas dan eksekutor terhadap penambang yang nakal haruslah tegas tanpa tebang pilih,agar sumber energi thermal ini dapat maksimal sebagai masukan terhadap pendapatan negara tanpa harus mengorbankan lingkungan.